Oleh: lutfifauzan | Mei 3, 2009

Khutbah Idul Fithri 1429 di Lapangan SMAN 9 Malang

Khutbah Idul Fithri

PENDIDIKAN RAMADHAN MENUJU PENCERAHAN SEJATI MELALUI PENGENDALIAN NAFSU INSANI

Oleh:
Lutfi Fauzan

MALANG
1429H
السلام عليكم ورحمة الله و بركاته

إِنَّ اْلحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شرَيِْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً
أَلاَ وَإِنَّ أَصْدَقَ اْلكَلاَمِ كَلاَمُ اللهِ تَعَالىَ وَخَيْرَ اْلهُدَي هُدَي مُحَمَّدٍ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فيِ النَارِ

Lafadz takbir…

Ma’asyiral Muslimin-muslimat rha,
Gemuruh gema takbir tahlil dan tahmid berkumandang di seantero jagad raya, di keharuan suasana lisan-lisan kaum muslimin mengumandangkannya dengan penuh haru dan tawadhu; haru karena kebesaranNya sulit digambarkan, tawadhu’ karena merasa diri ini begitu kecil, kerdil tak bernilai. Bibir mereka telah basah oleh ucapan takbir, jiwa dan raganya bergetar, menyadari betapa Maha Agung Allah yang Esa, betapa luas kasih sayang-Nya. Suasana syahdu menyadarkan pada hakikat penciptaan dan pemeliharaan: bahwa Dia Pencipta diri-diri ini, dari mulai keberadaannya hingga keadaannya, siang dan malam digerakkan dan didiamkan oleh-Nya. Semesta berada dalam kendali-Nya. Ka-laulah kesadaran ini terpelihara di dalam hati kita tentu tidak akan ada di antara kita manusia-manusia sombong, bebal, tak tahu malu di hadapan Rabb-nya.
Malang nian manusia yang selalu dialpakan dan lengah terhadap perja-lanan hidup yang sebenarnya, sehingga ia tidak sadar jua, api Neraka yang berkobar menyala-nyala, sedang siap menyambutnya dari kejauhan, yang akan melalap habis tubuh yang tak berdaya ini, Ya laitani kuntum turaba, (Duhai Tuhanku, alangkah baiknya sekiranya aku dulu sebagai tanah saja) — sebuah ungkapan penyesalan yang tidak ada artinya di kenistaan siksa api neraka yang la yamutu wa la yahya, ia tidak tidak dapat dikatakan mati juga tidak dapat dikatakan hidup.
اَللهُ اَكْبَرُ x3 وَللهِ الْحَمْدُ
Semakin terserap makna lafadz takbir-tahlil-tahmid itu, maka keberadaan hidup semakin jelas, ternyata hidup ini adalah perjalanan mengingat sang Maha Pencipta, pencerahan ke kesadaran akan KeagunganNya, dan kecilnya diri di hadapan Kekuasaan dan KeperkasaanNya, juga penuh harapnya manusia akan rahmat Allah dan tiadanya pilihan kecuali mesti tunduk dan taat kepada-Nya. Firman Allah dalam Q.S. 79:40-41

فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى
Dan adapun orang-orang yang takut akan kebesaran Rabbnya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya.

Jamaah shalat Id rahimakumullah
Ketika ucapan takbir, tahlil dan tahmid mengalir deras lewat darah di dalam tubuh, menjadikan jantung berdetak lebih cepat, merasuk ke dada me-nimbulkan getaran lembut pada perasaan hati, mengalir ke kulit terasakan bak sentuhan desiran angin yang dingin, meluluhlantakan sendi-sendi tulang dan seluruh raga, di situlah puncak dari takbir, tahlil dan tahmid sebagai pertanda adanya Cahaya Iman, yang kumparan ketenagaannya menggerakkan ke amal shaleh dalam kerangka ibadah semata. Sentuhan inilah yang disebut dengan alamatul iman (ciri atau tanda keimanan seseorang). Kondisi ini terjadi manakala takbir tahlil dan tahmid yang dilafalkan disertai penghayatan dan internalisasi makna pada kedalaman ruhani, sehingga tergambarlah perjalanan pengembaraan seseorang hamba menuju ke hadhirat Qudsyiah, Rabbul Izzati yang dirindukannya dengan sebaik-baik bekal adalah taqwa.

يَااَيُّهَا اْلاِنسَانُ اِنَّكَ كَادِحٌ اِلَى رَبّكَ كَدْحًا فَمُلاَقِيهِ
Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja sungguh-sungguh menuju Rabbmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya. (QS. 84:6)
Ketika sampai pada pertemuan dengan Allah swt, usaha yang dilakukan tidak akan sia-sia, semuanya mendapat balasan yang setimpal dari-Nya.

اَللهُ اَكْبَرُ x3 وَللهِ الْحَمْدُ
Hamba-hamba Allah yang beriman,
Puasa dengan berbagai amal penyempurnaan Ramadhan telah dikarunia-kan oleh Allah sebagai jalan menumbuhkan kesadaran manusia akan keduduk-an diri di hadapan Rabb-nya. Proses menempuh tangga-tangga makrifat dengan memulainya dari pengenalan terhadap jati diri yang haqiqi dan fithri, selaku hamba Allah yang tidak dicipta kecuali hanya untuk mengabdi, menuju ke pertemuan yang pasti di haribaan-Nya yang tiada lagi keraguan di dalamnya. Perjalanan manusia yang suci dan luhur untuk kembali ke Allah dalam keadaan ridha dan diridhai ini dari awal telah pula dibekali oleh Allah berupa petunjuk keselamatan perjalanan hidup lantaran kasih sayang-Nya. Namun begitu manusia dapat terbegal dalam perjalannya karena ulah nafsunya sendiri dan pengaruh nafsu orang lain yang tidak tertata dan terkendali.
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِنَ الأمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ
Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. (QS 45: 18)

Jamaah shalat Id rahimakumullah
Iman yang sejati bukanlah sekedar hiasan bibir dan ucapan belaka. Rasulullah SAW menggambarkan keimanan itu bukanlah sebatas angan-angan atau khayalan melainkan suatu keyakinan yang tertanam kuat di dalam hati dan dibuktikan dalam amal perbuatan. Adapun amal perbuatan yang terlahir dari iman, acuannya adalah Al-Quran yang ditaati segala ketentuan yang ada di dalamnya. Rasulullah SAW bersabda,

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُوْنَ هَوَاهُ تَبَعاً لِمَا جِئْتُ بِهِ
“Tidak beriman seseorang di antara kalian sehingga hawa nafsunya mengikuti ajaran yang aku bawa.” (hadits hasan shahih dalam kitab Arbain An-Nawawi, sebagian ahli hadits menyatakan dhaif tetapi isinya sejalan dengan sejumlah nas Al-Quran dan Hadits shahih). Ujian keimanan yang sebenarnya adalah sejauh mana sang hamba bersedia meleburkan dirinya, menundukkan nafsunya, menghancurkan kesombongannya untuk berkhidmat kepada Allah. Nafsu yang telah tercelup oleh iman pasti lebih mengedepankan ketentuan Allah dan menurut petunjuk Rasulullah dalam setiap keputusan dan tindakan dalam hidupnya. Ia menyadari kenaifan pikirannya yang tidak mungkin memahami rahasia dan kebijaksanaan Allah Yang Maha Luas.
اَللهُ اَكْبَرُ x3 وَللهِ الْحَمْدُ
Perkataan Nabi SAW: “Tidak beriman salah seorang di antara kalian sampai hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa” memiliki makna bahwa keimanan yang sempurna tidak akan terwujud sampai hawa nafsu dan harapan serta pikiran seseorang mengikuti apa yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Hal ini juga bermakna bahwa seseorang wajib mendahulukan kehendak Allah dan Rasul-Nya dibandingkan dengan kehendak diri serta mendahulukan syariatnya dari pada hawa nafsunya. Jika terdapat pertentangan antara harapannya dengan Sunnah, antara pendapatnya dengan nas Al-Quran dan Sunnah, maka dia akan mendahulukan Al-Quran dan Sunnah. Hal ini telah dijelaskan pada banyak ayat Al-Quran dan Hadits, seperti firman Allah SWT:
Katakanlah: “Jika bapak-bapak , anak-anak , saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai,
adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan
dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai
Allah mendatangkan keputusan-Nya.” (QS 9:24)
Maka wajib hukumnya bagi seseorang untuk lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya dibandingkan dengan cintanya kepada siapapun. Jika seseorang sudah ber-buat demikian, berarti hawa nafsunya sudah mengikuti apa yang dibawa oleh Al Musthofa SAW.
Sedangkan bagi sesiapa yang mengikuti hawa nafsunya, menempatkan lebih tinggi pikirannya dari pada Allah dan Rasul-Nya pastilah sesat jalannya, sebagaimana diterangkan:

وَلا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ
… dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. (QS.38: 26)

Demikian itu merupakan keniscayaan karena nafsu pada dasarnya buta, cenderung berbuat melampaui batas, keinginannya membumbung tinggi, suka menuntut lebih banyak keuntungan tanpa menyadari kebodohan dan kelemahan diri serta kemalasannya. Sulit melihat cela diri, sebaliknya lebih suka dan lebih pandai mengintip dan memberitakan aib sesama. Oleh karena itu ditegaskan:

وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُونَ
Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu. (QS. 23:71)

I’tibar atau ilustrasi manusia yang diperhamba nafsu, tidak mau sabar dan ridha atas karunia Rabbnya ternukil dalam QS.2:61, yaitu:

وَإِذْ قُلْتُمْ يَا مُوسَى لَنْ نَصْبِرَ عَلَى طَعَامٍ وَاحِدٍ فَادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُخْرِجْ لَنَا مِمَّا تُنْبِتُ الأرْضُ مِنْ بَقْلِهَا وَقِثَّائِهَا وَفُومِهَا وَعَدَسِهَا وَبَصَلِهَا قَالَ أَتَسْتَبْدِلُونَ الَّذِي هُوَ أَدْنَى بِالَّذِي هُوَ خَيْرٌ اهْبِطُوا مِصْرًا فَإِنَّ لَكُمْ مَا سَأَلْتُمْ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ وَالْمَسْكَنَةُ وَبَاءُوا بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ بِغَيْرِ الْحَقِّ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ
Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya”. Musa berkata: “Maukah kamu mengambil yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik ? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta”. Lalu ditimpahkanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas. (QS 2:61)

Sifat semacam itu bukanlah khas sifat Yahudi, melainkan sifat umum yang bercokol pada diri yang diperbudak nafsu. Oleh karena itu Allah mene-tapkan syariat shaum di bulan ramadhan sebagai bentuk ibadah dan tarbiyah untuk menata ketidakmenentuan dan menundukkan keliaran nafsu agar tampil lebih bersih nan indah dengan pakaian rahmat dari Allah sehingga lebih pantas untuk bersanding di sisi-Nya.
اَللهُ اَكْبَرُ x3 وَللهِ الْحَمْدُ
Hamba-hamba Allah yang beriman,
Ramadhan adalah bulan kesabaran; Shaum adalah ibadah untukKu, begitulah bunyi sebagian hadits, menjadikan jelas, bahwa seorang muslim yang berpuasa sedang melakukan puncak ritual ibadah. Mengapa dikatakan puncak ritual ibadah, karena ia adalah ibadah milik Allah, kebersamaan shaimin hanyalah dengan Allah SWT, tidak ada pihak yang terlibat dengannya, hanya Dia Allah dan hamba yang sedang berpuasa, sang hamba belajar untuk patuh dengan segala aturan mainnya, tanpa terpengaruh apakah ada orang lain yang melihat perbuatannya, melainkan sebagai rahasia antara diri dengan Rabbnya. Dalam kondisi begitu dapatlah dirasakan bahwa Allah lebih dekat kepadanya daripada aliran darahnya, lebih dekat daripada setiap hembusan nafasnya, lebih dekat dari pada urat lehernya, karena ia telah lebur atau fana di tengah-tengah kebesaran Rabbnya — sekalipun tetap sebagai seorang hamba.
Kalaulah di luar ramadhan makan dan minum itu secara bebas dilakukan menurut selera nafsu, maka di ibadah shaum ini kita diajarkan untuk mengikuti kehendak-Nya. Walaupun nafsu menginginkannya, tapi kita tetap konsisiten untuk tidak memperturutkannya. Hasilnya kita bisa mengalami bahwa dengan dasar ketaatan, manusia bisa lebih kuat dari yang tampak sebagaimana biasanya. Ia mampu mengendalikan dorongan syahwatnya sekaligus memacu semangatnya untuk sebanyak mungkin meraih kebajikan. Ma’siat yang dhahir dan bathin ditekan sedangkan amal shalih ditingkatkan. Hal ini nyata dilakukan oleh orang beriman yang memelihara puasanya. Maka:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى
Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri, dan dia ingat dan sadar Asma Rabbnya, lalu dia menegakkan shalat sebagai tali hubung hamba dengan Penciptanya (QS 87: 14-15)

اَللهُ اَكْبَرُ x3 وَللهِ الْحَمْدُ
Jamaah shalat Id rahimakumullah,
Allah Maha Kasih, rahmat-Nya lebih besar dan senantiasa menda-hului murkanya. Ditetapkannya syariat hanyalah untuk kebaikan manusia. Dibukanya pintu ampunan selama nyawa belum lagi di tenggorokan meru-pakan kesempatan yang disediakan seluas-luasnya untuk memperbaiki diri dengan taubatan nasuha ketika sang hamba terperosok pada dosa. Allah tiada henti memanggil hamba-hambanya sekalipun mereka telah jauh terjerumus pada jurang yang paling dalam dan gelap penuh nista. Dalam seruan penuh kasih dan hiba Allah menyeru sang hamba:

يَاعِبَادِي الَّذِينَ اَسْرَفُوا عَلَى اَنْفُسِهِمْ لاَ تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللهِ اِنَّ اللهَ يَغْفِرُالذُّنُوبَ جَمِيعًا اِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Wahai hamba-hamba-Ku yang telah melampaui batas pada diri sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya
Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS.39:53)

اَللهُ اَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
Pengabaian atas seruan Allah dan penyimpangan dari jalan terang-Nya karena kesombongan nafsu yang tiada terkira pasti berdampak langsung pada mem-batunya hati. Jika hal itu berlangsung dalam waktu lama akan sulit bagi yang bersangkutan untuk tersentuh oleh kebenaran. Hal demikian ini janganlah sampai terjadi dan menimpa pada diri kita. Untuk itu jalan terbaik bagi ma-nusia adalah menyambut setiap seruan Allah melalui jalan keselamatan yang tujuannya tidak lain kecuali untuk menghidupkan hati manusia, memulyakan kehidupan manusia sehingga tampil sebagai makhluk pilihan dan utama yang pantas dijadikan sasaran pandangan dan kecintaan Allah di antara makhluk-makhluk lainnya. Adapun nafsunya telah tampil indah karena rahmat-Nya.
Oleh karena itu, hamba-hamba Allah yang beriman, ikatkan diri kita kuat-kuat pada kebenaran Islam; ikuti ajaran yang telah ditetapkan; jalankan apa yang disyariatkan menurut ukuran dan kemampuan tanpa kecurangan. Kasihanilah diri kita, dengarkan rintihan ruh kita yang telah lama terpenjara dan ditindas oleh nafsu angkara. Sadari, berapa lama lagi kita akan tinggal di dunia yang fana ini. Ketika sampai pada saat kita dipanggil oleh Allah, dalam keadaan apa kita akan menghadapnya, akankah kita hanya membanggakan dosa dan perbuatan nista? Bukankah bahagia yang sebenarnya kita damba? (sesuai dengan jati diri dan fithrah kita). Dan kebahagian yang sejati hanyalah tatkala sang hamba bertemu dengan Rabbnya dalam keadaan ridha dan diridhai karena telah lurus amal perbuatannya selama menempuh ujian dalam kehi-dupan di dunia.
اَللهُ اَكْبَرُ x3 وَللهِ الْحَمْدُ
Bertitik pangkal pada hari fithri ini, tetapkan hati seraya memohon agar Allah berkenan memurnikan keimanan kita, mengistiqomahkan ibadah kita, dan memperbaiki akhlaq kita. Mudah-mudahan Allah memberikan kemu-dahan bagi hamba-hamba-Nya yang telah memiliki dasar jiwa yang fithri, yang hendak memulai hidup baru untuk mengisi sisa kehidupannya dengan kebaikan, memperkuat tali hubung dengan Allah dan tali hubung dengan se-sama manusia, hablum min Allah wa hablum min annas. Di antara Ahli hikmah mengatakan:
لَيْسَ الْعِيْدُ لِمَنْ لَبِسَ الْجَدِْيدَ وَلَكِنَّ الْعِيْدَ لِمَنْ طَاعَتُهُ تَزِيْدُ
Hari Raya itu bukanlah pada pakaian baru, melainkan Hari Raya itu bagi orang yang bertambah ketaatannya.
Mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan tambahan bimbingan dan kekuatan kepada kita untuk menjalankan ketaatan kepada-Nya serta menu-tupkan akhir hidup kita dengan husnul khotimah. Amin. Sebagai akhir khutbah mari kita berdoa:
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلىَ إِبْرَاهِيْمَ وَعَلىَ آلِ إِبْراَهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ وَبَارِكْ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعلَىَ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلىَ إِبْرَاهِيْمَ
وَعَلىَ آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْد ٌمَجِيْدٌ
اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنينَ وَالْمُؤْ مِنَاتِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ
اَلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالاَمْوَاتِ ِانَّكَ سمِيْعٌ قَرِيْبٌ مجُيْبُ الدَّعَوَاتِ
يَا قَا ضِىَ الحْاَجَاتِ وَيَا كَافيَ الْمُهِمَّاتِ بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

Ya Allah ya Rabb kami, bila tidak karena apa yang tidak kami ketahui tentang urusan kami, tentulah kami tidak mengeluh atas segala kehinaan kami.
Bila tidak karena dosa-dosa kami,
tentulah tidak kami tumpahkan segala air mata kami.
Ya Allah ya Rabb kami, dosa-dosa kami telah memenuhi sempadan-sempadan langit dan memberatkan bumi.
Betapa banyak rahmat karunia dan kesempatan
yang telah Kau curahkan kepada kami, hanya kami jualah yang senantiasa lengah dan tak pandai bersyukur kepada-Mu.
Tiada bisa lagi kami beralasan,
sebab, telah putus segala jalan untuk beralasan.
Kami akui segala dosa kami, ampunilah dosa-dosa kami yang banyak itu,
dengan amalan-amalan kebajikan kami yang sedikit.
Rabb, bila amat kecil ta’at kami,
maka pengharapan kami atas rahmatMu amatlah besar.
Bagaimana kami bisa kembali dengan rasa kecewa tidak mendapatkan anugerah-Mu sedangkan kami masih berharap atas kemurahan-Mu.
bila dosa-dosa kami mengecilkan harapan atas kemurahan-Mu,
besarnya keyakinan kami terhadap kemurah¬an-Mu lah yang membesarkan hati kami. Kami masih berbaik sangka dan penuh harap atas kemurahan-Mu.
Kami bukanlah mereka yang berputus asa untuk mendapatkan rahmat-Mu. Karena itu, janganlah Engkau kecewa¬kan kami.

Ilahi
Kami adalah manusia yang sangat membutuhkan kasih sayang-Mu
Jadikanlah kami manusia yang selalu ingat akan hal itu,
dan menjadi aqidah bagi kami,
Sehingga di saat apapun kami selalu mengingat-Mu,
memanjatkan do’a pada-Mu, dan bersikap ta’at menuju-Mu.

Ilahi
Pandanglah kami
Dengan pandangan kasihMu
Karena dengan pandangan itu
Kami yang berlumuran dosa akan mendapat pengampunan-Mu
lewat kasih saying-Mu.

Jauhkanlah azab kesengsaraan dalam hidup kami
Kalaulah itu tetap harus berlaku dengan lantaran takdir-Mu,
jadikanlah kami manusia-manusia yang sabar menghadapinya hingga
bertemu dengan-Mu.

Ilahi
Jadikanlah keluarga dan keturunan kami
Keluarga dan keturunan yang selalu beribadah dan mengabdi kepada-Mu
Jauhkanlah kami dari perbudakan di antara keluarga kami
Manakala kami seorang ayah,
jadikanlah ayah yang sanggup menjadi imam diantara orang-orang taqwa
di keluarga kami.
Manakala kami seorang Ibu,
jadikanlah ibu di antara anak-anak kami sebagai tempat tumpuan
belai kasih sayang keluarga kami.
Manakala kami sebagai anak, jadikanlah kami anak yang berbakti pada orangtua kami.

اَلَّلهُمَّ أَعِنَّا عَلىَ ذِكْرِكَ وَ شُكْرِكَ وَ حُسْنِ عِبَادَتِكَ
اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا صِيَامَنَا وَ قِيَامَنَا وَ قِرَاءَتَنَا وَ زَكَاتَنَا وَ عِبَادَتَنَا كُلَّهاَ .
اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ يَا كَرِيْمُ
وَ تُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ.
رَبَّنَا آتِنَا فيِ الدُنْيَا حَسَنَةً وَ فِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَ قَنَا عَذاَبَ النَارِ
رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ اْلعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى اْلمُرْسَلِيْنَ وَاْلحَمْدُ ِللهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ .

والسلام عليكم ورحمة الله و بركاته


Tanggapan

  1. mohon keikhlasannya untuk dikutip untuk khutbah saya 1430h. matur nuwun.

    • Alhamdulillah jika ada yang berkenan menyebarkannya, semoga dijadikan amal kebaikan bagi saya dan Sdr. Amin

  2. Konsep khutbah Pak Lutfi sangat menyentuh.

    Atas izin Bapak bolehkah saya mengutip, dan mengedit untuk khutbah saya?

    • Alhamdulillah sekiranya yang kami sajikan dapat dipetik manfaatnya, lebih bahagia jika ada yang berkenan mengidit-sempurnakannya sekaligus menyebarluaskannya. Saya tetaplah hamba yang dhoif dan faqir. Khutbah untuk 1430 segera saya muat dengan nama yayasan saya, silakan juga kalau mau dipergunakan. wassalaamualaikum wr wb


Tinggalkan Balasan ke lutfifauzan Batalkan balasan

Kategori